Minggu, 14 Agustus 2016

Makalah Peran Tauhid dalam Etos Kerja


Peranan Tauhid dalam Etos Kerja

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Tauhid

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. Siti Munawaroh Thowaf, M.Ag



                               

Oleh :

Jundatur Rohmah   (1404026038)

Istiqomah                       ( 1404026039 )

Rudi Sharudin A.           (1404026040)



FAKULTAS USHULUDDIN

PRODI TAFSIR HADITS

UIN  WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2015



BAB I

PENDAHULUAN



A.    LATAR BELAKANG

Tasawuf merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Didalam ilmu tasawuf terdapat berbagai istilah untuk menjadikan seseorang menjadi sufi. Banyak orang yang bingung tentang dunia tasawuf. Mereka enggan untuk terjun kedunia tasawuf karena berbagai hal, diantaranya : lingkungan yang tidak mendukung untuk bertasawuf, kurangnya kesadaran untuk mendekatkan diri kepada sang Kholik, juga kurangnya pengetahuan tentang bagaimana tatacara untuk bertasawuf.

Dan makalah ini ditulis selain untuk tugas mata kuliah akhlak tasawuf, juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang salah satu istilah dalam dunia sufi, yaitu maqamat. Harapan dari pemakalah, semoga dengan adanya makaah ini dapat menambah khasanah pengetahuan pembaca serta meningkatkan minat pembaca untuk mendalami dunia tasawuf. Semoga bermanfaat.



B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah pengertian maqamat itu?

2.      Apa saja tahapan-tahapan maqamat?

3.      Bagaimana perbedaan pandangan sufi tentang tingkatan maqamat





  



BAB II

PEMBAHASAN



A.    Pengertian Maqamat

Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang berarti  kedudukan, posisi, tingkatan atau kedudukan dan tahap mendekatkan diri kepada Allah. Dalam terminologi sufistik berarti tempat atau martabat seseorang hamba dihadapan Allah pada saat ia berdiri menghadap kepada-Nya.[1] Maqamat juga diartikan sebagai  suatu kedudukan yg merupakan tempat-tempat persinggahan yang harus dilalui oleh seorang  sufi yang sedang berjalan menuju Allah swt.

Dalam hal ini Al-hujwiri mengatakan, “Sebuah maqam adalah keteguhan seseorang dijalan spiritual(tarekat). Ia menunjukkan ketahanan dalam memenuhi apa yang telah diyakini sebagai kewajiban hidup atas dirinya.[2]

Dengan kata lain, maqamat yaitu suatu tahapan seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Untuk tahapannya sendiri masing-masing sufi berbeda pendapat. Dan didalam dalam sebuah rangkaian maqamat hanya menjadi karakteristik untuk sufi tertentu dan tidak berlaku untuk sufi yang lain.





B.     Tahapan Maqamat

Terdapat banyak sekali tahapan-tahapan maqamat, diantaranya pendapat dari Abu Nasr Al-sarraj Al-tusi dalam kitab Al-Luma’ menyebutkan jumlah maqamat ada tujuh tingkatan yaitu:

1.      Al-Zuhud

Secara bahasa al-zuhud berartitidak ingin kepada sesuatu yang

Bersifat ke duniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.

     Zuhud merupakan ajaran agama yag sangat penting. Orang yang zuhud akan mampu mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Dan orang yang zuhud lebih mementingkan kebahagiaan akhiran yang kekal dari pada kebahagiaan dunia yang sementara. Sebagaimana yang terungkap dalam Qs. An-Nisa’/4:77 yang berbunyi:



قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَاقُلِيْلٌ وَالأّخَرَةُ خَيْرٌلَنِ اتَّقى وَلاَ تُظْلَمُوْنَ فَتِيْلاً (النساء: 77)

Artinya:

     Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (Qs. An-nisa’:77)

     Dengan berzuhud maka manusia akan terpelihara dari melakukan perbuatan jelek dan akan melakukan perbuatan baik saja.

     Sikap zuhud sendiri menurut Harun Nasution , adalah sikap yang harus ditempuh oleh para sufi . sikap ini dalam sejarah muncul pertama kali ketika terjadi kesenjangan anrata kaum yang kehidupannya seherhana dengan para raja yang hidup secara bermegah-megahan serta berbuat dosa. Muawiyah contohnya, ia adalah seorang raja di Roma dan Persia yang setiap harinya hidup dengan kemewahan yang ada. Dan anaknya yang bernama Yazid dikenal sebagai pemabuk. ada pula yang mengatakan bahwa sebelum timbul hidup mewah di zaman Mu’awiyah dan Abbasiyah, telah timbul pula persaingan yang tidak sehat di zaman ustman dan Ali. Dalam keadaan tersebut, ada sahabat yang tidak ingin terlibat kemudian mengasingkan diri.

     Kemudian munculkah sikap zahid, para zahid Kufah yang pertama kali mengkritik pakaian sutera yang dipakai oleh golongan Mu’awiyah.

2.      Al-Taubah

Al-Taubah berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang

artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan  disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi dosa tersebut, disertai dengan melakukan amal kebaikan. Harun Nasition mengatakan taubat yang dimaksud sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi.[3] Untuk mencapai taubat yang sebenarnya tidak cukup dengan satu kali taubat saja. Bahkan ada kisah yang menceritakan bahwa seorang sufi samapi tujuh puluh kali taubat baru ia dapat mencapai taubah yang sebenarnya.

     Dalam hal Sufisme yang dimaksud taubat yang sebenarnya adalah lupa pada segala hal kecuali Tuhan. Dan orang yang bertaubat adalah orang yang cinta kepada Allah. Bagi orang awam taubat cukup dengan membaca astagfirullah wa atubu ilaihi (Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya) sebanyak 70 kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas bertaubat dengan cara riadah (latihan dan mujahadah (perjuangan) dalam usaha membuka hijab (tabir) yang membatasi diri dengan Tuhan.

     Didalam Al-qur’an banyak dijumpai ayat-ayat tentang perintah untuk bertaubat, diantaranya Qs. An-Nur/24:31 yaitu:



وَتُوْبُوْا اِلَى اللهِ جَمشيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْ مِنُوْنَلَعَلَكُم تُفْلِحُوْنَ (النور :

Artinya :

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Qs. An-Nur/24:31)





3.      Al-Wara’

Secara bahasa wara’ berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Dalam pengertian sufi al-wara’ berarti meninggalkan segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).[4] Sikap menjauhi syubhat ini terdapat pada hadis Nabi saw yang berbunyi:



فَمَنِ اتَّقَى مِنَ الشُّبْهَا تِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ مِنَ الحَرَا مِ (ر و ا ه البخارى)



Yang artinya:

Barang siapa yang dirinya jauh darisyubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas dari yang haram. (HR. Bukhari)

     Hadis diatas menjelaskan bahwa syubhat lebih dekat pada yang haram. Para sufi sadar bahwa setiap makanan, minuman, pakaian, dan hal lainnya yang haram dapat memberi pengaruh bagi orang memakan atau memakainya. Dan orang yang sering melakukan perbuatan haram akan keras hatinya, sulit mendapat hidayah dan ilham dari Tuhan. Sebuah hadis juga menjelaskan bahwa manusia yang makan makanan yang haram akan mnyebabkan nota hitam pada hatinya yang lama-kelamaan hatinya menjadi keras.

4.      Kefakiran

Fakir secara bahasa berarti  orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita.[5]

5.      Sabar

Sabar secara bahasa ialah tabah hati. Banyak pendapat yang menjelaskan tentang pengertian sabat. Menurut Zun al-Nun Al Mishry sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi. Ibn Atha berpendapat bahwa sabar artinya tetap tabah menghadapi cobaan dengan sikap yang baik.[6]

Di kalangan sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, serta menerima segala cobaan yang ditimpakan pada kita dengan  ikhlas dalam menunggu datangnya pertolongan Allah SWT.

Sikap sabar sangat dianjurkan didalam Al-qur’an, Allah berfirman:

فَصْبِر كَمَا صَبَرَا ولُوا العزم من الر سل و لا تستعجل لهم (الا حقاف :)35                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Artinya:

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rosul-rosul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. (Qs.Al-ahlaql46: 35)

Menurut Ali bin Abi Tolib sabat ialah bagian dari iman sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari jasad. Jadi sabar sangatlah penting dalam kehidupan manusia.

6.      Tawakkal

Secara bahasa tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah bahwa awalnya tawakal adalah apabila seorang hamba dihadapan Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semua kehendak yang memandikan, dan tidak dapat bergerak dan bertindak.

Yang dimaksud tawakal ialah meyakini bahwa segala ketentuan hanya berdasarkan atas ketentuan Allah. Tawakal tempatnya didalam hati, dan usaha-usaha manusia tidak mrnghilangkan rasa tawakal yang ada dihatinya. Seorang yang tawakal akan menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah.

Dengan bersikp tawakkal kita slalu dalam keadaan tenang, tentram dan bersikap sabar. Perintah untuk bertawakkal terdapat dalam Qs.Al-maidah:11 yang artinya:

“ dan bertawakkallah kamu kepada Allah dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu bertawakkal.”

7.      Kerelaan (Ridha)

Secara bahasa ridha artinya: rela, suka, senang. Maksudnya menerima qada dan qadar yang telah ditetapkan oleh Allah dengan hati yang senang dan gembira.

Menurut Harun Nasution ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah, Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal didalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Mereka menerima cobaan dengan senang hati, sebagaimana rasa senang mereka menerima nikmat.

Manusia biasanya merasa berat hati jika diberi cobaan dengan cara diberi berbagai macam kekurangan seperti: kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat, kematian dan sebagainya. Dan orang yang mampu bertahan dalam cobaan tersebut hanyalah orang yang memiliki sikap ridho.


C.     Perbedaan Pendapat tentang Tingkatan Maqamat

Semua sikap yang masuk dalam maqamat sebenarnya merupakan akhlak mulia. Tak ada yang menyimpang  dari aqiah. Walaupun begitu, banyak para sufi yang berelisih pendapat tentang tingkatan maqamat, diantaranya:

ü  Abu bakar muhammad al kalabi dalam At-taarufi la mazhabi Ahl at-tasawuf berpendapat bahwa tingkatan maqamat yaitu: Tobat, zuhud, wara, sabar. Faqr, tawadu, tawakal, ridho, mahabah, ma’rifat.

ü  Seorg sufi persia, qusyairi menyusun sejumlah maqam : tobat, wara’, zuhud, saum, raja’. Khauf, huzn, faqr, sabar, tawakal, dan rida.

ü  Harun Nasution berpendapat bahwa maqamat jumlahnya ada sepuluh, yaitu: taubat, zuhud, sabar al-faqr, tawadu’,takwa, ridha, mahabbah dan ma’rifat.

ü  Imam ghozali dalam kitabnya ihya’ ulum Al-din mengatakan bahwa naqanat itu ada delapan, yaitu: Al-taubat, sabar, zuhud, tawakal, mahabbah, ma’rifat dan ridha.

ü  At-Thusi mengatakan tujuh dengan urutan berikut :At-Taubah, Al-Waro, Azuhud,Al-Fiqr, At-Tawakal, Asshobru, Arridho.

ü  Al-quraisyi misalnya mengatakan enam dengan urutan : At-Taubah, Al-Waro, Azuhud, At-Tawakal, Asshobru, Arridho.

Walaupun para sufi berbeda-beda dalam menentukan maqamat, namun ada maqamat yang disepakati, yaitu taubat zuhud, wara’ al faqr, sabar, tawakkal, dan ridha. Sedangkan tawadu’, mahabbah dan ma’rifat sebagian pendapat menyebutnya sebagai maqamat, dan sebagian yang lain menyebutnya sebagai hal dan ittiihad (tercapainya wujud kerohanian dengan Allah SWT.



BAB III

KESIMPULAN

Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang berarti kedudukan, posisi, tingkatan atau kedudukan dan tahap mendekatkan diri kepada Allah. Dalam terminologi sufistik berarti tempat atau martabat seseorang hamba dihadapan Allah pada saat ia berdiri menghadap kepada-Nya.

Dengan kata lain, maqamat yaitu suatu tahapan seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Untuk tahapannya sendiri masing-masing sufi berbeda pendapat. Dan didalam dalam sebuah rangkaian maqamat hanya menjadi karakteristik untuk sufi tertentu dan tidak berlaku untuk sufi yang lain.





DAFTAR  PUSTAKA



Amin Samsul Munir, dkk, Kamus Ilmu Tasawuf , Jakarta: Amzah, 2012

An-Najar Amir, Psikoterapi Sufistik, Jakarta: Hikmah, 2002

Mujieb Abdul, dkk,  Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-ghazali, Cirebon: Mizan, 2009

Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2012











































[1] Samsul Munir Amin, dkk, Kamus Ilmu Tasawuf , Jakarta: Amzah, 2012, hal.136
[2] M.abdul mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-ghazali, Cirebon: Mizan, cirebon, 2009, hal. 293
[3] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hal. 198
[4] Abuddin Nata, ibid, hlm. 199
[5] Opcit, hlm. 200
[6] Loc.cit, hlm.200

Tidak ada komentar:

Posting Komentar